Beri Aku Minum
Air adalah unsur vital kehidupan. Tiada organisme yang diketahui bisa hidup tanpa air sama sekali. Tubuh seorang manusia dewasa sekitar 55-60% adalah air. Tidak makan, manusia masih bisa bertahan hidup sampai dengan 3 minggu, tetapi tidak minum… konon maksimal cuma 1 minggu. Maka maklumlah jika dalam bacaan hari ini bangsa Israel, walau sudah mengalami berbagai mukjizat penyelenggaraan Ilahi selama perjalanan mereka keluar dari perbudakan Mesir, nyaris saja menganiaya Musa akibat kehausan.
“Berilah aku minum.”, oleh karenanya adalah sebuah permintaan logis dari Yesus yang juga bisa letih setelah sebuah perjalanan. Sebab sekalipun sungguh Allah, bukankah Ia juga sungguh seorang manusia yang bisa turut merasakan kelemahan-kelemahan kita? Namun kita juga mungkin berpikir, jika Yesus adalah Allah yang maha kuasa, mengapa untuk urusan minum saja Ia masih perlu bergantung kepada manusia? Sementara pada saat yang bersamaan, Ia malah balik menawarkan air minum yang ‘ajaib’. Barangsiapa yang sudah meminum air tersebut, tak akan pernah haus lagi. Alih-alih percaya dan mau menerima tawaran Yesus tersebut, bagi mereka yang rasional, ini barangkali tak lebih sebuah celotehan dari orang yang sudah linglung akibat dehidrasi. Bisa jadi sang wanita Samaria pun sempat berpikir demikian kalau saja ia kemudian tidak dibuat terkesima dengan bagaimana Yesus, seorang asing, bisa mengetahui segala sesuatu yang ia lakukan di masa lalunya.
Interaksi antara Yesus dan wanita Samaria tersebut mengingatkan bagaimana kita itu sebetulnya rentan terbuai dalam pernyataan iman kita sendiri yang mengamini bahwa keselamatan adalah inisiatif, anugerah dari Allah semata dan bahwa iman, bukan perbuatan, yang menyelamatkan. Akibatnya, tanpa disadari kita selalu menganggap bahwa Allah-lah yang harus selalu terlebih dahulu meyakinkan kita bahwa Ia memang layak untuk dipercaya. Tanggungjawab pembuktian ada di tangan-Nya. Dan apabila kita sudah bersedia untuk mengikuti Dia, segelas air ‘rahmat pemeliharaan-Nya’ yang berikutnya mestilah memberikan kenikmatan yang setara, jika tidak lebih baik, dari yang sebelumnya. Boro-boro kalau sampai menimbulkan ketidaknyamanan.
Maka pernyataan “Berilah aku minum.”, seyogyanya kita sikapi lebih sebagai sebuah tawaran dari Allah, sebuah kesempatan, ketimbang sebuah permintaan atau perintah yang membebani. Lagian, adakah sesuatu yang Allah butuhkan dari kita? Dan bukankah juga telah dikatakan, jika seseorang tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, mustahil ia mengasihi Allah. Kristus telah menganugerahi kita jalan keselamatan lewat kematian-Nya di atas kayu salib yang hina. Tetapi sebelum menghembuskan napas-Nya yang terakhir, ingatlah bahwa Ia ada sekali lagi berseru: “Aku haus!” dan untuk itu hanya anggur asamlah yang diterima oleh-Nya. Tanggungjawab pembuktian sekarang justru ada di tangan kita. Tinggal pilih, mau menjadi kambing atau domba?
Comments
Post a Comment