Adakah Kamu Mau Pergi Juga?
Lembaga survey Gallup Poll pada tahun 1992 pernah mengadakan sebuah angket terhadap umat Katolik di Amerika dengan pertanyaan berikut: “Manakah dari pernyataan ini yang anda setujui? Ketika menerima Komuni Kudus, anda: 1) benar-benar dan sungguh menerima Tubuh dan Darah, Jiwa dan Keilahian Tuhan Yesus Kristus dalam wujud roti dan anggur; 2) menerima roti dan anggur yang merupakan lambang dari semangat dan pengajaran Yesus, dan tindakan tersebut adalah ungkapan dari kelekatan anda pada pribadi dan sabda-Nya; 3) menerima roti dan anggur di mana Yesus itu benar-benar dan sungguh hadir di dalamnya; 4) menerima Tubuh dan Darah Kristus yang menjelma demikian karena keyakinan pribadi anda.” Hasilnya, dari total 519 responden hanya 30% yang memilih nomor 1), jawaban yang Gereja akui sebagai iman Katolik sejati. Rupanya dalam hal pemahaman hakekat dari Komuni Kudus, bukan murid perdana Yesus saja yang bingung, hampir dua milenium kemudian, ternyata mayoritas umat Katolik modern pun mengalami hal yang sama.
“Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (Yoh 6:60), begitulah reaksi dari banyak murid Yesus pada masa itu. Dan dikatakan sejak itu banyak yang meninggalkan-Nya. Sebuah anti-klimaks dari proses perjalanan iman bagi mereka yang niscaya telah menikmati kebersamaan dengan Yesus selama ini. Betapa tidak. Mereka masuk dalam sebuah kelompok yang semakin besar dan populer di bawah kepemimpinan satu pribadi yang fenomenal; menerima dari-Nya pengajaran kitab suci dengan penuh otoritas dan menyaksikan, bahkan juga mengalami sendiri, berbagai mukjizat-Nya. Tentulah banyak manfaat dan pengharapan yang mereka peroleh lewat kehadiran-Nya. Tapi ironisnya, pada puncak pengajaran-Nya, saat Ia menawarkan sesuatu yang terbaik dan teragung - diri-Nya sendiri - mereka justru meninggalkan-Nya. Rupanya menerima sesuatu yang paling berharga bagi hidup spiritual itu bisa sama sukarnya dengan melepaskan sesuatu yang paling berharga dalam hidup duniawi. Suatu anugerah kebenaran yang terlalu nyata untuk diterima.
Tawaran Yesus niscaya adalah puncak dan pemenuhan dari Kabar Gembira. Dan Gereja, sebagai pengemban misi keselamatan Kristus, akan terus mewartakannya sampai akhir zaman. Tapi seperti Yesus yang tidak bersikap apologetis (Ia tidak berkata: "Jangan pergi. Anda akan menyesal nanti. Anda keliru mengartikan perkataan-Ku."), apa yang mesti diwartakan oleh Gereja kepada para pendengar-Nya sudah diwartakan. Kebenaran tidak membutuhkan validasi oleh logika. Sama halnya bahwa wujud fisik serta ketidakmampuan kita mengekspresikan penghormatan yang layak dan sepantasnya atas Sakramen Maha Kudus tidak mengubah hakekat bahwa hosti dan anggur yang kita terima itu adalah benar-benar dan sungguh Tubuh dan Darah-Nya, sumber Kehidupan Sejati. Maka "Adakah kamu mau pergi juga?" sesungguhnya adalah pertanyaan Yesus bagi kita semua. Sebab walau masih tinggal di dalam Gereja, apa bedanya jika hati kita tetap mendua? Sekarang terserah kita mau atau tidak menyambut tanpa ragu rahmat Bapa yang dari sejak semula telah menuntun kita untuk datang kepada-Nya.
"What can I say? (I don't want to play) anymore
What can I say? I'm heading for the door
I can't stand this emotional violence
Leave in silence"
Comments
Post a Comment