Menatap Kristus



Dalam percakapan-Nya dengan seorang pemimpin agama Yahudi bernama Nikodemus, Yesus mengangkat kembali peristiwa di masa lalu yang merupakan bayang-bayang dari apa yang akan terpenuhi lewat diri-Nya sendiri. Empat puluh tahun lamanya mengembara di padang gurun yang keras paska pembebasan dari Mesir tak pelak membuat bangsa Israel kerap putus asa dan tak sabar. Sekali peristiwa, akibat mereka marah dan protes kepada Allah dan Musa, Allah mengirim ular-ular tedung yang memagut mati banyak dari mereka. Dan ketika bangsa Israel mulai menyesal, Allah memerintahkan Musa untuk membuat ular dari tembaga dan menaruhnya pada sebuah tiang. Barangsiapa yang dipagut ular memandang kepada ular tembaga tersebut, ia akan tetap hidup (Bil 21:4-9). 

Ular ditatap, bisa ular tak lagi mematikan. Metode penyembuhan yang ditawarkan oleh Allah kepada bangsa Israel ini tergolong misterius. Bukankah ular adalah lambang kejahatan dan bisa gigitannya mematikan? Kalau begitu, mengapa harus menatap yang jahat dan yang mematikan agar tidak mati? Kematian ditatap, kematian pun tak lagi berkuasa. Demikianlah kiranya yang mesti berlaku. Untuk itu bayang-bayang mesti menjadi realita. Dan Kristus sendiri yang menyatakan ular yang ditinggikan di atas tiang adalah gambar (type) diri-Nya. Sebab dalam hal pelanggaran dosa, untuk luput dari hukuman kekal mutlak menuntut penyerahan total dan pengorbanan yang sempurna. Dan hanya Dia yang sungguh manusia (untuk berserah dan berkorban) dan sungguh Allah (secara total dan sempurna) yang sanggup melakukannya. Yesus, sang Anak Manusia, mesti mati di atas tiang kayu yang hina sebagai silih atas dosa kita. "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (‭2 Kor ‭5‬:‭21‬). Manusia Perjanjian Lama memandang ular yang ditinggikan, sembuh dari bisa pagutan dan tetap hidup (sementara); manusia Perjanjian Baru yang dengan iman dan pertobatan memandang ke arah Kristus di atas kayu salib, luput dari sengat maut dan beroleh hidup kekal. Sebab kematian-Nya mengalahkan maut. Maut tak lagi berkuasa.

Manusia berdosa itu pada hakekatnya berada dalam kegelapan. Dan tak ada kegelapan yang dapat mengusir kegelapan. Hanya terang yang bisa, dengan Yesus sebagai sumber cahaya sejatinya. Laksana kabel listrik yang terhubung dengan stop kontak, hanya jika kita mengarahkan pandangan kepada-Nya dengan iman dan pertobatan maka cahaya kasih-Nya bisa masuk lewat pintu hati kita untuk menerangi seluruh kehidupan kita. Agar pada gilirannya kitapun menjadi terang bagi sesama. Bak jaringan cahaya pandu (beacon) di tempat tinggi, menyala satu demi satu menerangi seluruh bumi. Maka setiap kali gambar salib terlintas di pikiran kita, ingatlah, Tuhan Yesus yang tergantung di atasnya menanggung dosa kita itu sesungguhnya senantiasa terus memandang kita dengan penuh cinta. Tegakah kita untuk tidak balas menatap-Nya dengan cinta pula?

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Walaupun ......

Keping Denarius

Aman Dalam Tangan-Nya