Allah Dalam Kotak
Setelah melewati masa yang penuh dengan konflik dan menjadi raja atas seluruh Israel dan Yudea, perhatian Daud kini tertuju pada Tabut Perjanjian. Ia ingin mendirikan sebuat bait, rumah bagi Allah, menggantikan tabernakel yang sekedar tenda. Namun Allah menolak, sebab dikatakan Daud itu banyak menumpahkan darah (1 Taw 22:8).
Butuh rumahkah Allah? Salomo yang kelak membangun Bait Allah sendiripun memaklumi bahwa tak ada bangunan duniawi yang bisa menampung Allah. “Tetapi siapa yang mampu mendirikan suatu rumah bagi Dia, sedangkan langit, bahkan langit yang mengatasi segala langitpun tidak dapat memuat Dia? Dan siapakah aku ini, sehingga aku hendak mendirikan suatu rumah bagi Dia ... ?” (2 Taw 2:6, 6:18 & 1 Raj 8:27). Pandangan yang sama disuarakan pula lewat nabi: “… Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagi-Ku, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku?” (Yes 66:1), oleh Stefanus (Kis 7:49), dan Paulus: “Allah … tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, ...” (Kis 17:24-25).
Tapi bukankah Allah sendiri jugalah yang dengan sangat rinci memerintahkan Musa untuk membuat Tabut Perjanjian dan Kemah Abadi sebagai tempat Ia berdiam di antara umat Israel selama mereka di padang gurun (Kel 25:1-40)? Inilah perbedaanya. Allah yang sempurna, sumber dari segala yang ada, niscaya tidak butuh manusia merencanakan apapun bagi-Nya. Ia-lah yang punya rencana buat manusia, rancangan keselamatan. Rencana yang Ia nyatakan dari masa ke masa, termasuk lewat janji-Nya kepada Daud. Dan seribu tahun kemudian, Ia-pun menggenapinya. Soal rentang waktu, boleh jadi bagi Allah hakekatnya adalah kairos ketimbang kronos, atau bisa jadi pula memang selama itulah Ia mesti menunggu sampai akhirnya ada manusia yang bersedia menyambut tawaran-Nya. Seperti halnya manusia awal terusir dari rumah Allah akibat ulah seorang wanita, kini lewat seorang wanita juga terbukalah lagi kesempatan bagi manusia untuk kembali ke kediamannya yang semula. Dari dialah, Sang Tabut Perjanjian Baru - tempat tinggal Allah yang hidup, akan lahir seorang raja penebus dunia, penerus takhta Daud, yang akan memerintah selama-lamanya.
Allah dalam kotak, hosti kudus inkarnasi Yesus di dalam tabernakel gereja, Theotokos perawan tanpa noda, semuanya tak masuk nalar. Tapi siapakah kita sehingga berhak menilai dan menentukan bagaimana Allah hendak menghadirkan diri-Nya. Sebab yang tak mungkin bagi manusia, mestinya memang tidaklah terlalu sulit bagi Allah. Dan niscaya justru dengan demikianlah Ia dan kerajaan-Nya yang transenden bisa menjadi semakin nyata dan dekat dengan umat-Nya. Selamat merayakan Natal yang sederhana, damai dan penuh suka cita.
Comments
Post a Comment