Keping Denarius (Lagi)



Lantaran ingin menyingkirkan Yesus, orang-orang Farisi pun tak sungkan bersekutu dengan orang-orang Herodian kali ini. Yang pertama pro kemerdekaan, yang lainnya pro penguasa Romawi. Mereka mau menjebak Yesus lewat sebuah opini, perihal kewajiban membayar pajak kepada kaisar. Kiranya posisi Yesus diyakini bakal serba salah. Setuju, dianggap pengkhianat. Tidak setuju, dianggap penghasut.

Yesus tahu isi hati orang-orang Farisi yang penuh dengan kemunafikan dan pembenaran diri. Ketaatan mereka pada hukum Taurat tak lebih semata karena keharusan ketimbang kesadaran hati. Mereka tidak tulus melayani Tuhan, apalagi sesama, seperti halnya mereka terpaksa melayani kaisar dalam soal pajak. Mereka sesungguhnya hanya ingin melayani diri sendiri. Tak heranlah jika Yesus tak mau secara to-the-point meladeni mereka. Sebaliknya, Ia mendobrak paradigma mereka yang picik. Dengan menunjuk gambar dan tulisan (“Kaisar Agustus Tiberius, Putra dari Agustus yang Agung”) yang tercetak pada keping denarius, Yesus bukan hanya ingin sekedar menanggapi isu pajak saja, tapi jauh lebih hakiki lagi, Ia niscaya mau menegur dan mengingatkan bahwa dalam diri manusia itu tercetak gambar dan rupa Allah. Jika yang berasal dari kaisar saja selayaknya dikembalikan kepadanya, apalagi yang berasal dari Allah.


Kehidupan dengan segala isinya adalah anugerah dan milik Allah. Seumpama kebun anggur, ia dituntut untuk menghasilkan buah yang manis dan berlimpah dan para pekerja upahan yang menatalayani bisa mempersembahkan dan mempertanggungjawabkan pula hasil kebun itu kepada sang Empunya. Kemudian sang Empu yang bersukacita mengalirkan berkat-Nya kembali ke kebun lewat para pekerja. Demikian seterusnya. Sebuah Interaksi timbal balik yang tak berkesudahan. Semakin lama semakin intim dan sempurna. Tapi ada pula kebun yang tidak berbuah atau hanya menghasilkan anggur yang masam saja. Selain ranting dan pokoknya layak ditebang, seluruh kebun pun bakal ditelantarkan dan akhirnya binasa. Demikian pula halnya dengan para pekerja yang menyalahgunakan hasil kebun atau yang mengambilalih kebun secara tidak sah, mereka pun bakal mendapat ganjarannya, diusir dari kebun bahkan dibinasakan pula. Sebab semua mesti mempertanggungjawabkan apa yang baik yang telah diterima olehnya. Setiap hamba mesti mengembalikan sepadan dengan talenta yang dititipkan kepadanya.

Hidup ini jauh lebih berharga daripada keping denarius. Kalau kita tak mau memanfaatkan kesempatan membayar kewajiban pajak demi kepentingan bersama, apa bedanya kita dengan bendahara tak jujur yang dengan cerdik menyalahgunakan tanggungjawab menagih hutang untuk kepentingan dirinya sendiri (Luk 16:1-9)? Sebab bukankah ada tertulis: “Jikalau kita tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepada kita harta yang sesungguhnya?” (Luk 16:11).

(Adaptasi baru dari Renungan yang dimuat dalam Warta RC 19 Oktober 2008)

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Walaupun ......

Keping Denarius

Aman Dalam Tangan-Nya