Jaring Pengaman Rahmat
Yoh 14:23-29
Perpisahan dengan seseorang yang erat dengan kita, walau cuma sementara, terlebih lagi dengan orang yang selama ini rasa aman dan nyaman kita bergantung pada, seperti halnya anak kecil kepada orangtuanya, bukanlah prospek yang menyenangkan. Apalagi jika perpisahan tersebut bersifat permanen, bisa jadi menghancurkan.
Yesus tentunya sangat memahami psikologi ini, walau para murid sendiri belum mengerti apa yang akan terjadi pada Guru dan Tuhan mereka sesudah peristiwa perjamuan makan terakhir nanti. Karena kasih-Nya yang begitu besar, Ia mesti mencurahkan habis-habisan segala yang masih tersisa, mengasihi sampai pada kesudahannya. Seakan ingin membentang sebuah jaring pengaman rahmat bagi yang akan ditinggalkan-Nya. Pertama-tama Ia terlebih dulu membasuh kaki mereka, termasuk Yudas, memberikan teladan pelayanan dalam kerendahan hati tanpa pandang bulu atau pilih kasih, sekaligus wujud dari inisiatif Ilahi yang mengandung simbol sakramental pembaptisan dan pengampunan agar para murid bisa tetap mengambil bagian dalam-Nya. Kemudian Ia mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya yang tak bernoda lewat suatu perjamuan kudus, misteri persatuan dengan-Nya dalam cinta, Ekaristi, yang terus dirayakan dan yang menjadi sumber kekuatan sejati bagi Gereja sepanjang masa. Dan terutama lagi, Ia meletakkan landasan baru: hukum KASIH. Sebab barangsiapa saling mengasihi, ia akan tetap tinggal dalam-Nya bagai ranting yang berbuah banyak pada pokok anggur yang benar. Atau sebaliknya, menjadi kering, dibuang dan dibakar. Kepergian-Nya memang tetap akan menimbulkan duka. Namun Ia meninggalkan pula damai sejahtera-Nya. Damai sejahtera yang tak bisa diberikan oleh dunia. Lagipula, sukacita sejati itu sesungguhnya sedang dalam perjalanan menghampiri.
Masih ada lagi, Yesus juga berjanji untuk mempersiapkan banyak tempat di rumah Bapa-Nya dan akan datang kembali untuk membawa mereka ke sana. Buat apa orang yang akan mati memberikan janji kepada yang ditinggalkan kalau bukan karena yakin ia akan hidup kembali? Sebab tentang Yesus memang hanya ada 2 kemungkinan, Ia adalah penipu terhebat yang pernah ada atau Ia sungguh Allah. Janji-Nya konsisten dengan iman kristiani kita bahwa ada kehidupan setelah kematian, dan bahwa Ia telah mengalahkan kematian itu dengan kebangkitan-Nya. Akhirnya, Yesus juga menjanjikan Roh Penghibur yang akan senantiasa menyertai, menolong dan mengingatkan akan pengajaran-Nya sementara Ia pergi. Roh yang akan menuntun kita para peziarah menuju kota Yerusalem Baru, rumah masa depan kita bersama-Nya.
Perpisahan dengan seseorang yang erat dengan kita, walau cuma sementara, terlebih lagi dengan orang yang selama ini rasa aman dan nyaman kita bergantung pada, seperti halnya anak kecil kepada orangtuanya, bukanlah prospek yang menyenangkan. Apalagi jika perpisahan tersebut bersifat permanen, bisa jadi menghancurkan.
Yesus tentunya sangat memahami psikologi ini, walau para murid sendiri belum mengerti apa yang akan terjadi pada Guru dan Tuhan mereka sesudah peristiwa perjamuan makan terakhir nanti. Karena kasih-Nya yang begitu besar, Ia mesti mencurahkan habis-habisan segala yang masih tersisa, mengasihi sampai pada kesudahannya. Seakan ingin membentang sebuah jaring pengaman rahmat bagi yang akan ditinggalkan-Nya. Pertama-tama Ia terlebih dulu membasuh kaki mereka, termasuk Yudas, memberikan teladan pelayanan dalam kerendahan hati tanpa pandang bulu atau pilih kasih, sekaligus wujud dari inisiatif Ilahi yang mengandung simbol sakramental pembaptisan dan pengampunan agar para murid bisa tetap mengambil bagian dalam-Nya. Kemudian Ia mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya yang tak bernoda lewat suatu perjamuan kudus, misteri persatuan dengan-Nya dalam cinta, Ekaristi, yang terus dirayakan dan yang menjadi sumber kekuatan sejati bagi Gereja sepanjang masa. Dan terutama lagi, Ia meletakkan landasan baru: hukum KASIH. Sebab barangsiapa saling mengasihi, ia akan tetap tinggal dalam-Nya bagai ranting yang berbuah banyak pada pokok anggur yang benar. Atau sebaliknya, menjadi kering, dibuang dan dibakar. Kepergian-Nya memang tetap akan menimbulkan duka. Namun Ia meninggalkan pula damai sejahtera-Nya. Damai sejahtera yang tak bisa diberikan oleh dunia. Lagipula, sukacita sejati itu sesungguhnya sedang dalam perjalanan menghampiri.
Comments
Post a Comment