Berkongsi Dalam Kasih
Markus 12:28-34
Allah adalah kasih. Maka sudah semestinyalah kasih menjadi dasar dari segala hukum yang ada. Hukum kasih yang terutama dan yang pertama mengatur relasi kita dengan Allah. Sayangnya relasi yang semestinya mesra ini kerap diwarnai oleh konsepsi yang salah. Allah cenderung dianggap tak ubahnya seorang rekanan dagang yang dituntut untuk memberi upah keselamatan sebagai imbalan atas jasa kasih dan ketaatan kita. Seakan-akan Ia otomatis berhutang jika kita menabung perbuatan baik. Paradigma ini menjadi ganjalan bagi hubungan kita yang harmonis dengan-Nya. Allah seyogyanya tak butuh sesuatu apapun. Yang Ia minta niscaya hanyalah kerelaan kita untuk bekerjasama agar bisa memperoleh keselamatan yang ditawarkan oleh-Nya. Kerjasama dalam wujud penyerahan diri yang berpijak pada pilihan bebas. Ibarat dalam pertempuran, menyerah dan minta pengampunan bukan karena di bawah ancaman senjata melainkan karena sadar sepenuhnya telah keliru memerangi tujuan yang salah. Tapi kiranya manusia itu baru bisa menyadari betapa jahat sebetulnya dirinya hanya setelah ia serius berusaha untuk hidup sebaik-baiknya. Maka dengan berusaha mengasihi Allah secara all-out, tanpa pernah merasa telah cukup ataupun berhasil melakukan kehendak-Nya, kitapun niscaya baru akan menyadari betapa nista dan tak layak sesungguhnya kita di hadapan-Nya, dan menemukan bahwa keselamatan itu memang pada akhirnya hanyalah rahmat.
Interaksi dengan Allah yang transenden, di luar jangkauan indera, kiranya tetap tak lebih hanyalah sebuah ide yang konseptual dan spekulatif saja kalau bukan karena Allah telah terlebih dulu mewahyukan diri-Nya kepada kita. Di mana lagi oleh karenanya kita bisa mengecap pengalaman kasih-Nya
secara riil selain dalam diri kita sendiri dan sesama? Maka kasih terhadap
Allah memang tidak bisa berdiri sendiri tanpa kita manusia saling mengasihi.
Lagipula mustahil bisa mengasihi yang tak terlihat jika yang terlihat saja kita
abaikan. Tetapi hal mengasihi sesama seperti diri sendiri itu jelas tidaklah
mudah. Sebab kasih yang tidak egois itu penuh dengan resiko, butuh pengorbanan,
dan bahkan ada kalanya menuntut kematian raga, termasuk demi musuh kita.
Kiranya tak ada jalan pintas yang bebas hambatan dalam menuju ke Kerajaan
Allah. Maka seperti yang Santo Paulus ajarkan, tetaplah terus kerjakan keselamatan
kita (Fil 2:12). Bukan karena perbuatan kita yang menyelamatkan tetapi karena
mengimani bahwa Allah sendirilah yang sedang berkarya (Fil 2:13) mentransformasikan kita
dengan rahmat-Nya yang berlimpah, asalkan kita mau bekerjasama. Kongsi yang sukses dengan Allah berarti rela menjual segala milik kita yang
ada demi mendapatkan harta terpendam di ladang yang tak ternilai harganya.
Allah adalah kasih. Maka sudah semestinyalah kasih menjadi dasar dari segala hukum yang ada. Hukum kasih yang terutama dan yang pertama mengatur relasi kita dengan Allah. Sayangnya relasi yang semestinya mesra ini kerap diwarnai oleh konsepsi yang salah. Allah cenderung dianggap tak ubahnya seorang rekanan dagang yang dituntut untuk memberi upah keselamatan sebagai imbalan atas jasa kasih dan ketaatan kita. Seakan-akan Ia otomatis berhutang jika kita menabung perbuatan baik. Paradigma ini menjadi ganjalan bagi hubungan kita yang harmonis dengan-Nya. Allah seyogyanya tak butuh sesuatu apapun. Yang Ia minta niscaya hanyalah kerelaan kita untuk bekerjasama agar bisa memperoleh keselamatan yang ditawarkan oleh-Nya. Kerjasama dalam wujud penyerahan diri yang berpijak pada pilihan bebas. Ibarat dalam pertempuran, menyerah dan minta pengampunan bukan karena di bawah ancaman senjata melainkan karena sadar sepenuhnya telah keliru memerangi tujuan yang salah. Tapi kiranya manusia itu baru bisa menyadari betapa jahat sebetulnya dirinya hanya setelah ia serius berusaha untuk hidup sebaik-baiknya. Maka dengan berusaha mengasihi Allah secara all-out, tanpa pernah merasa telah cukup ataupun berhasil melakukan kehendak-Nya, kitapun niscaya baru akan menyadari betapa nista dan tak layak sesungguhnya kita di hadapan-Nya, dan menemukan bahwa keselamatan itu memang pada akhirnya hanyalah rahmat.
"If you've suffered enough
If you've suffered enough
I can understand what you're thinking of
I can see the pain that you're frightened of
And I'm only here
To bring you free love
Let's make it clear
That this is free love
No hidden catch
No strings attached
Just free love"
Comments
Post a Comment