Iman



Ketika suatu krisis besar datang melanda, biasanya itu berarti saat ujian iman pun tiba. Sebut saja misalnya krisis yang mengancam hidup seorang yang kita kasihi. Apakah kita bisa tetap setia dan percaya sekalipun jika hasilnya di luar rencana atau kemauan kita, hanya Tuhan yang tahu. Yang jelas, pasti akan lebih sulit untuk menyikapinya jika datangnya secara mendadak daripada misalnya dalam hal lansia yang sedang dalam masa penantian akibat sakit tua. Kita mungkin justru mendoakan yang terakhir ini untuk lebih cepat 'berangkat' daripada terus menderita. 

Perumpamaan tentang seorang penabur menunjukkan betapa iman itu memang sesungguhnya rapuh, mudah tergerus oleh ketidakmengertian, pencobaan, dan kekhawatiran. Jika dibiarkan begitu saja, ia tak ayal pasti akan binasa. Sama halnya dengan mahluk hidup (burung gagak dan rumput di ladang tak terkecuali), iman juga mesti dipelihara. Doa, pembacaan kitab suci, dan hidup menggereja adalah sarananya, dengan Ekaristi sebagai sumber keberdayaan hakikinya. Karena dalam Ekaristi, Kristus hadir secara pribadi. Ia yang membacakan dan menerangkan isi kitab suci agar hati dan pikiran kita bisa terbuka. Ia juga yang pada puncaknya menghidangkan bagi kita makanan sejati berwujud roti ... tubuh-Nya sendiri. Dan ketahuilah, roti dunia lumat dalam kita, tapi makan roti yang satu ini, kitalah yang lumat ke dalam-Nya. Ia tinggal dalam kita, kita dalam-Nya.

Lebih lanjut, beriman itu bukanlah berarti bahwa ia bisa diraih sekedar atas dasar suatu titik pencapaian ataupun akibat peristiwa tertentu saja. Beriman pada Yesus berarti mau mengasihi-Nya, mau senantiasa melakukan perintah-Nya. Bukan karena keselamatan itu fungsi dari perbuatan, tapi karena Ia sudah menyelamatkan kita terlebih dulu, karena cinta semata. C.S. Lewis dalam Mere Christianity mengungkapkan bahwa kita harus berusaha mentaati perintah-perintah Yesus dengan segenap kemampuan kita tanpa perlu pernah bertanya bilakah kita sudah berhasil memenuhinya. Barulah pada akhirnya kita akan bisa menemukan bahwa, dalam hal upaya moral, sesungguhnya kita itu bangkrut adanya. Tak ada sesuatupun yang bisa kita berikan kepada-Nya kalau itu bukan semula berasal daripada-Nya. Kita tak ubahnya seorang anak kecil yang meminta uang dari bapaknya, hanya untuk memberikannya kembali dalam wujud sebuah kado hadiah. Maka dalam urusan iman, memang tak ada yang layak kita besar-besarkan. Ingat selalu saja ucapan: keep on trying your very best and let Him do the rest.

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Walaupun ......

Keping Denarius

Aman Dalam Tangan-Nya