Saksi
Menjadi saksi Kristus adalah panggilan bagi setiap orang yang percaya. Injil hari ini (Yoh 1:6-8, 19-28) menampilkan sosok unik Yohanes Pembaptis yang diutus oleh Allah untuk tugas tersebut. Dengan gaya bahasa 'penyangkalan', penulis Injil secara piawai merangkai suatu pencitraan yang kuat atas karakter kudus ini. “Ia bukan terang itu”, “Aku bukan Mesias”, “(Aku) bukan (Elia)”, “(Aku) bukan (nabi yang akan datang datang)”, dan “Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak”. Dialognya dengan imam-imam Yahudi dan orang-orang Lewi merupakan suatu pengakuan diri yang tegas bahwa ia bukanlah siapa-siapa tetapi sekedar suatu 'suara', sebuah instrumen bagi Allah. Meski memiliki peran yang istimewa dalam karya keselamatan, ia tidak menganggap dirinya sebagai yang terutama melainkan Dia yang diberikan kesaksian olehnya. Seluruh hakekatnya ia persembahkan kepada-Nya lewat suatu lifestyle yang bersahaja. "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." (Yoh 3:30).
Spiritualitas yang mengagumkan tersebut niscaya tidak terlepas dari peran Roh Kudus yang hadir nyata di sepanjang hidup Santo ini (Luk 1). “… ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; … dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia …” (ay 15, 17). Roh Kudus yang sama dan satu itu juga semestinya berdiam dalam diri kita. “Roh Tuhan Allah ada padaku”, demikian kalimat pembuka nabi Yesaya dalam bacaan hari ini (Yes 61:1). Sayangnya, karena acapkali lupa akan kebenaran ini, tanpa disadari, kita sering mengeyampingkan-Nya. Akibatnya kesaksian kita cenderung lebih mengandalkan keinginan daging saja. Khotbah, tulisan, pelayanan, bahkan sikap rendah hati kita malah menjadi sarana untuk meninggikan diri, seakan-akan kita lebih istimewa, lebih mengenal-Nya daripada orang lain. Maka tidak heran jika dalam jemaat-jemaat tertentu faksi-faksi independen pun dengan mudah bermunculan. Masing-masing mengklaim terinspirasi oleh Roh Kudus. Membuat kawanan domba jadi bingung.
Spiritualitas yang mengagumkan tersebut niscaya tidak terlepas dari peran Roh Kudus yang hadir nyata di sepanjang hidup Santo ini (Luk 1). “… ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; … dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia …” (ay 15, 17). Roh Kudus yang sama dan satu itu juga semestinya berdiam dalam diri kita. “Roh Tuhan Allah ada padaku”, demikian kalimat pembuka nabi Yesaya dalam bacaan hari ini (Yes 61:1). Sayangnya, karena acapkali lupa akan kebenaran ini, tanpa disadari, kita sering mengeyampingkan-Nya. Akibatnya kesaksian kita cenderung lebih mengandalkan keinginan daging saja. Khotbah, tulisan, pelayanan, bahkan sikap rendah hati kita malah menjadi sarana untuk meninggikan diri, seakan-akan kita lebih istimewa, lebih mengenal-Nya daripada orang lain. Maka tidak heran jika dalam jemaat-jemaat tertentu faksi-faksi independen pun dengan mudah bermunculan. Masing-masing mengklaim terinspirasi oleh Roh Kudus. Membuat kawanan domba jadi bingung.
Dalam pesannya kepada 37 uskup Indonesia yang melakukan kunjungan Ad Limina ke Vatikan Oktober lalu, Bapa Suci menyampaikan bahwa karya pelayanan Gereja dalam menghadirkan kasih Allah yang lembut kepada masyarakat banyak di Indonesia telah membantu Allah Tritunggal dikenali dan dicintai lewat Kristus dan sekaligus memberikan sumbangan bagi vitalitas spiritual Gereja yang dengan percaya diri terus bertumbuh lewat kesaksian yang rendah hati dan berani. Dengan meneladani spiritualitas santo Yohanes Pembaptis dan menjunjung semangat pelayanan Gereja universal yang bersatu, mari jadikan diri kita sebagai saksi Kristus yang setia dan sejati. Camkanlah juga nasehat santo Paulus dalam bacaan hari ini: “Bersukacitalah … tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal ... Jangan padamkan Roh” (1 Tes 5:16-19). Semoga dengan demikian lewat kesaksian kita -seperti perkataan nabi Yesaya- Allah berkenan menumbuhkan kebenaran dan semua bangsa-bangsa pun akan memuji-Nya (Yes 61:11).
Comments
Post a Comment