Roh Hukum (1)


Seorang praktisi hukum sekali waktu bercerita, guru besarnya pernah berseloroh bahwa ahli hukum yang sukses itu bukanlah yang jago menghafal pasal-pasal hukum di luar kepala tetapi yang mengetahui dengan persis kelemahan-kelemahan kaidah hukum tersebut untuk kemudian bisa menyelewengkannya. Pernyataan ini mengingatkan pada sebuah ungkapan ironis populer lain: “hukum dibuat untuk dilanggar”. Betul atau tidak, faktanya sudah banyak berita tentang oknum-oknum di bidang hukum, mulai dari anggota legislatif (pembuat Undang-Undang), eksekutif (otoritas pemerintahan), dan yudikatif (polisi, jaksa, dan hakim) sampai dengan swasta hukum (pengacara), yang justru melanggar hukum.

Dalam konteks spiritual, kita tentu sudah tidak asing dengan nama hukum Taurat. Hukum yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Musa di Gunung Sinai ini disebut juga Pentateuch, mengacu kepada ke-5 kitab Musa: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Menurut tradisi ajaran Yahudi, hukum Taurat terdiri atas 613 perintah: 365 (sesuai jumlah hari dalam setahun) yang bersifat larangan dan 248 (sesuai jumlah bagian tubuh manusia) hukum positif. Dan tentang hukum yang sangat ekstensif ini, Rasul Paulus ada menulis: “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak” (Rm 5:20). Nah, apa pula maksudnya?

Barry D. Smith, seorang professor dari Universitas Crandall, suatu universitas Kristen kecil di bidang kesenian liberal di Kanada, dalam tulisannya “Paul and the Law” mencoba menjabarkan. Menurutnya, selain untuk memberi kehidupan bagi pelakunya (Im 18:5), Rasul Paulus tampaknya percaya bahwa hukum Taurat juga punya tujuan atau fungsi lain. Pertama-tama, pengetahuan tentang dosa (Rm 3:20; 7:7). Walau dosa sudah ada sejak pelanggaran Adam (Rm 5:12), tanpa hukum Taurat, manusia pada hakekatnya tidak tahu apa yang disebut sebagai dosa (ay 13). Apa yang dilanggar jika tidak ada aturannya? Kedua, untuk menyatakan dan meningkatkan dosa. Sebagai suatu kekuatan potensial, dosa membutuhkan objek eksternal untuk menyatakan diri. Dan hukum Taurat memenuhi syarat ini, dalam artian, ia menjadi dasar bagi sesuatu yang bisa dilanggar oleh manusia. “… sebab tanpa hukum Taurat dosa mati. Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat. Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup.” (Rm 7:8b-9). Hukum yang diberikan untuk menolong manusia memperoleh kehidupan kekal, karena tipu daya dosa dan kecenderungan manusia untuk menyeleweng, ironisnya secara pasif malah justru berpotensi membawa kematian spiritual (Rm 7:8-13). Dan karena itu, terakhir, ia sekaligus telah dirancang untuk mempersiapkan kedatangan Kristus (Gal 3:19-27). “Kristus adalah kegenapan hukum Taurat …” (Rm 10:4).

(bersambung)

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Walaupun ......

Keping Denarius

Aman Dalam Tangan-Nya