Regina Caeli
“Salam, hai engkau yang dikaruniai. Tuhan menyertai engkau.” demikianlah sapaan malaikat Gabriel kepada Maria (Luk 1:28). Dalam Injil asli berbahasa Yunani kata “salam” tersebut berasal dari kata “kaire”, yang secara harafiah berarti “bersukacitalah”. Maka boleh dikatakan inilah awal dari kabar gembira Perjanjian Baru. Begitu luar biasa pancaran roh sukacita yang timbul berkat kabar gembira tersebut sehingga ketika Elisabeth dikunjungi oleh Maria, mendengar salamnya, bayi di dalam rahim Elisabeth pun melonjak kegirangan. Elisabeth sendiri yang dipenuhi oleh Roh Kudus berseru dengan nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.” dan memanggil Maria sebagai Bunda Allah. Salam dari malaikat dan pujian dari Roh Kudus di ataslah yang senantiasa kita ulangi dalam doa Salam Maria.
Sapaan Elisabeth selanjutnya yang dimulai dengan: “Dan berbahagialah ia yang telah percaya …” ditanggapi oleh Maria dengan suatu senandung yang terajut indah dari ayat-ayat Perjanjian Lama yang kemudian dikenal sebagai Magnifikat atau Kidung Maria. “Sesungguhnya mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia.” Sungguh mengagumkan. Maria niscaya mengerti bahwa di balik kabar gembira dan sukacita itu, ketimbang kenikmatan atau kemudahan duniawi, justru penderitaan beratlah yang akan harus dialaminya. Sekalipun demikian, ia mau tetap tunduk kepada kehendak Allah. Jawaban “ya” Maria membuka kembali pintu keselamatan bagi dunia yang telah jatuh ke dalam kuasa dosa akibat jawaban “tidak” Hawa terhadap kehendak Allah. Seperti halnya Kristus terhadap Adam, kita melihat paralelisme ini dalamsurat Paulus kepada jemaat di Korintus (1 Kor 15:20-26).
Dalam suatu khotbah pesta Maria diangkat ke surga, Bapa Suci mengatakan: “… Maria adalah Tabut Perjanjian yang sejati, di mana misteri bait Allah –tempat tinggal Allah di bumi ini– terpenuhi dalam dirinya.” Dengan mengutip perkataan Santo Agustinus “Sebelum mengandung Tuhan Yesus dalam tubuhnya, ia telah mengandung-Nya dalam jiwanya”, Bapa Suci menambahkan: “Ia telah menyediakan tempat bagi Tuhan Yesus dalam jiwanya, dan dengan demikian benar-benar menjadi bait Allah yang sejati di mana Allah mengalami inkarnasi, hadir di atas bumi. Karena itu, sebagai tempat tinggal Allah di bumi, di dalam dirinya telah dipersiapkan tempat tinggal yang abadi, telah dipersiapkan untuk selamanya. Dan inilah yang merupakan seluruh isi dari dogma Maria diangkat ke Surga, tubuh dan jiwa, ke dalam kemuliaaan surgawi …"
Sapaan Elisabeth selanjutnya yang dimulai dengan: “Dan berbahagialah ia yang telah percaya …” ditanggapi oleh Maria dengan suatu senandung yang terajut indah dari ayat-ayat Perjanjian Lama yang kemudian dikenal sebagai Magnifikat atau Kidung Maria. “Sesungguhnya mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia.” Sungguh mengagumkan. Maria niscaya mengerti bahwa di balik kabar gembira dan sukacita itu, ketimbang kenikmatan atau kemudahan duniawi, justru penderitaan beratlah yang akan harus dialaminya. Sekalipun demikian, ia mau tetap tunduk kepada kehendak Allah. Jawaban “ya” Maria membuka kembali pintu keselamatan bagi dunia yang telah jatuh ke dalam kuasa dosa akibat jawaban “tidak” Hawa terhadap kehendak Allah. Seperti halnya Kristus terhadap Adam, kita melihat paralelisme ini dalam
Dalam suatu khotbah pesta Maria diangkat ke surga, Bapa Suci mengatakan: “… Maria adalah Tabut Perjanjian yang sejati, di mana misteri bait Allah –tempat tinggal Allah di bumi ini– terpenuhi dalam dirinya.” Dengan mengutip perkataan Santo Agustinus “Sebelum mengandung Tuhan Yesus dalam tubuhnya, ia telah mengandung-Nya dalam jiwanya”, Bapa Suci menambahkan: “Ia telah menyediakan tempat bagi Tuhan Yesus dalam jiwanya, dan dengan demikian benar-benar menjadi bait Allah yang sejati di mana Allah mengalami inkarnasi, hadir di atas bumi. Karena itu, sebagai tempat tinggal Allah di bumi, di dalam dirinya telah dipersiapkan tempat tinggal yang abadi, telah dipersiapkan untuk selamanya. Dan inilah yang merupakan seluruh isi dari dogma Maria diangkat ke Surga, tubuh dan jiwa, ke dalam kemuliaaan surgawi …"
Maka berbahagialah juga kita yang percaya dan berdevosi kepada Bunda Maria, dalam suatu relasi kekeluargaan yang diwariskan oleh Yesus sendiri (Yoh 19:26-27). Sang Regina Caeli, yang niscaya akan memastikan pula Putra-nya menyediakan anggur yang terbaik bagi kita di pesta perkawinan Kana abadi kelak.
Comments
Post a Comment