Pintu


Alkisah, seorang kaya memiliki banyak koper yang penuh dengan emas batangan. Saat ajalnya, ia memohon kepada Tuhan untuk membawa serta semua koper tersebut. Karena akhirnya cuma diizinkan membawa satu saja, ia lantas memilih koper yang terbesar. Sesampainya di pintu surga, sambil terengah-engah menarik koper yang berat itu, ia berjumpa dengan Santo Petrus. “Maaf, pintunya tidak muat.” Santo mencegahnya masuk. “Santo, aku ini sudah deal dengan Tuhan!protes si kaya. Penasaran, Santo lalu mengintip ke dalam koper. Dengan geleng-geleng ia kemudian berkata: “Ngapain bawa batubata ke sini?” Si kaya kaget bukan kepalang. Rupanya ia tidak sadar ketika kehidupannya beralih dari tubuh menjadi roh, emas batangan yang dibawa ikut berubah menjadi batubata.

Bicara soal pintu, saya teringat rumah masa kecil yang memiliki 3 pintu depan. Pintu besar, dibuka jika ada tamu penting atau acara khusus; pintu kecilan di sisi kanan, dipakai sehari-hari untuk keluarga; dan pintu paling kecil di sisi kiri, dipakai untuk pembantu RT. Fungsi dan ukuran pintu disesuaikan dengan status sosial pemakainya. Maka 'pintu sesak' yang disebut oleh Yesus (Luk 13:22-30) kiranya mewakili kesederhanaan dan pelayanan, paradoks dari 'pintu lebar' (Mat 7:13), lambang kesombongan dan kekuasaan dunia.

Yesus mengingatkan kita untuk berjuang masuk melalui pintu yang sesak. Kata 'berjuang' dalam Injil asli berbahasa Yunani memiliki makna dalam konteks pertempuran atau perlombaan. Siapa lawan kita? Tentu saja dunia dengan segala keinginan dagingnya. Pintu yang sesak oleh karena itu niscaya bukan disengaja agar hanya sedikit saja yang dapat masuk, melainkan suatu alegori agar manusia mau melepaskan seluruh atribut duniawi yang membuat dirinya tambun dengan beban dosa yang, sekecil apapun itu, menjadi penghalang masuk ke Kerajaan-Nya.

Karena itulah Allah mau mendisiplinkan kita (Ibr 12:5-7, 11-13). Sang Penjunan dengan sabar membentuk bejana-Nya lewat proses yang seringkali, karena terasa sakit atau tidak menyenangkan, kita anggap sebagai hukuman-Nya. Pintu tidak dibukakan bukan karena Ia menghendaki kita binasa tetapi karena kita datang bukan dalam rupa dan gambar seperti saat pertama kali kita diciptakan-Nya. Pantas saja Ia tidak mengenali kita, sekalipun kita mengaku mengenal-Nya, sekalipun kita mengaku melakukan hal-hal yang besar atas nama-Nya.

Jadi, masuk ke Kerajaan Allah itu sulit atau gampang? Pasti sulit jika kita tetap ngotot dan lekat dengan apa yang berharga di mata dunia. Tetapi niscaya akan lebih gampang jika semua itu kita anggap tidak lebih dari sekedar 'batubata' saja. Mari terus berjuang. Walau tidak jadi yang pertama, setidaknya jangan mau menjadi yang terakhir juga.

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Walaupun ......

Keping Denarius

Aman Dalam Tangan-Nya