Seandainya Orang Kaya Itu Adalah Kita
Si kaya dalam Injil hari ini (Mrk 10:17-31) adalah seorang Yahudi yang taat. Menurut ukuran dunia, ia niscaya dianggap baik. Dengan memanggil Yesus ‘Guru yang baik’ ia seakan ingin membenarkan dirinya sebagai orang yang baik juga. Yesus tahu ketaatan si kaya hanya semu belaka. Ia lebih lekat pada hartanya. “Tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya…” demikian dikatakan penulis Ibrani (4:13).
Si kaya tidak memahami bahwa keselamatan bukanlah fungsi dari banyaknya perbuatan. Tidak ada yang mampu memenuhi hukum Taurat dengan sempurna. Maklumlah jika para murid pun frustasi: “Kalau begitu, siapa yang bisa selamat?” Pernyataan Yesus bahwa bagi manusia tidak mungkin, tapi bagi Allah segalanya mungkin, mengisyaratkan bahwa keselamatan menjadi mungkin hanya karena rahmat. Dalam konteks ini pulalah, kita bisa lebih mengerti perkataan Yesus sebelumnya bahwa tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja. “Semua orang telah berbuat dosa…, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma…” (Rom 3:23-24). Manusia dibenarkan karena iman, bukan karena melakukan hukum Taurat (idem ay. 28). Iman yang bukan sekedar ide, pikiran, atau kondisi psikologis saja, melainkan yang berakar dan bertumbuh dalam persekutuan dengan Yesus sendiri dan berbuah dalam perbuatan kasih.
Seperti si kaya, kita pun punya ‘kelekatan’ masing-masing. Ini bukanlah soal harta atau orang kaya semata. Ada orang kaya yang murah hati dan harta bukanlah kelekatan baginya. Tetapi ada juga orang miskin yang sangat melekat dengan apa yang sedikit dimilikinya. Sebagai pengikut Yesus, kita dituntut untuk siap menyangkal setiap kelekatan diri sekalipun jika itu merupakan hak kita sepenuhnya, mau memikul salib ‘kebodohan’ yang diwartakan lewat Injil. Sebab yang bodoh dan lemah dari Allah tetap lebih besar daripada hikmat manusia (1 Kor 1:25). Hanya dengan melekat pada hikmat Allah, kita dapat lepas dari daya tarik dunia. Dan Kristus lah kekuatan dan hikmat Allah itu (idem ay. 24).
Saat ini gereja kita kebetulan masih membutuhkan banyak dana untuk menyelesaikan pembangunan gedung karya pastoral dan pastoran, Jika ‘sulit memberi’ adalah kelekatan kita, mengapa tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar melepaskannya? Cobalah hitung-hitung berkat bunga deposito, laba, gaji, bonus, dll yang kita terima dalam setahun dan kalikanlah dengan sekian % saja. Tidak usah sampai semua harta kita. Mari kita lakoni kembali adegan dalam Injil hari ini, ketika kita menjadi si kaya dan Yesus memandang kita dengan penuh kasih, sekali ini berkata: “Nah, yang ini tidak sukar masuk ke dalam Kerajaan Allah”.
Comments
Post a Comment