Paradoks Kasih


Di dalam karya pelayanan Yesus, St Yakobus dan saudaranya, St Yohanes, mendapat tempat yang agak khusus. Mereka adalah murid-murid yang pertama kali dipilih sesudah St Petrus dan St Andreas. Selain St Petrus, hanya mereka berdua lah yang diajak untuk menyaksikan Yesus membangkitkan putri Yarius, mengalami Transfigurasi, dan berdoa di taman Getsemani.

Ketika Yesus memberitakan untuk yang ke-3 kalinya penderitaan yang harus dialami-Nya, mereka masih belum mengerti (Mrk 10:32-45). Boleh jadi mereka lebih terpaku pada kuasa dan mukjizat Yesus selama ini, terpesona melihat sinar kemuliaan-Nya saat Transfigurasi. Berita itu justru seolah hanya menjadi pemicu dari gejolak hati mereka untuk segera meminta (Injil Matius: lewat ibu mereka) ‘kedudukan’ di sebelah kanan dan kiri kemuliaan-Nya kelak, karakter reaktif yang lebih kentara sewaktu mereka berhadapan dengan orang Samaria yang menolak Yesus (Luk 9:51-56). “Boanerges” atau anak-anak guruh adalah julukan mereka.

Jika para murid lainnya marah, maka Yesus, berbeda dengan sikap-Nya sebelumnya yang keras terhadap Petrus (Mrk 8:31-33), hanya menasehati mereka: barangsiapa yang ingin ditinggikan, harus melayani dengan rendah hati. Dalam paradoks inilah kita dapat lebih memahami pula kaitan erat antara peristiwa Transfigurasi dan di taman Getsemani. Di satu sisi mereka menyaksikan Yesus dalam kemuliaan-Nya yang menyilaukan, di sisi lain mereka melihat Dia dalam kepasrahan penyerahan diri, siap untuk taat sampai mati. Lewat kedua peristiwa ini, Yesus ingin menunjukkan bahwa Mesias yang mereka nanti-nantikan tidak hanya identik dengan kemuliaan dan kehormatan tetapi juga dengan penderitaan dan kelemahan. Kemuliaan-Nya justru dipenuhi di kayu salib.

Belajar dari pengalaman St Yakobus dan St Yohanes, kita tidak selayaknya mengikuti Yesus hanya karena mau kedudukan, popularitas, atau hidup mulus. Menjadi orang Kristen bukan berarti mesti sukses secara duniawi dan bebas dari permasalahan. Justru sebaliknya, orang Kristen yang sejati seharusnya lebih rendah hati dan bersedia untuk menderita lebih banyak lagi. Rahasia Kerajaan Allah senantiasa merupakan paradoks dari apa yang dunia tawarkan kepada kita. Asal mau setia dan merendahkan diri di hadapan-Nya, kita pasti akan bertumbuh dalam iman yang benar. Seperti St Yakobus dan St Yohanes yang bersama para murid lainnya disempurnakan oleh Roh Kudus saat Pantekosta untuk kemudian menjadi pejuang-pejuang cinta-Nya yang mengagumkan, kita pun niscaya akan disempurnakan dalam kematangan iman hingga pada saatnya akan sanggup minum cawan penderitaan dan dibaptis dalam kematian Kristus juga.

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Walaupun ......

Keping Denarius

Aman Dalam Tangan-Nya