Antara Kita, Yairus, dan Perempuan Tanpa Nama
Ada 2 sosok yang menonjol dalam Injil hari ini (Mrk 5:21-43): Yairus, kepala rumah ibadat, dan seorang perempuan tanpa nama. Yang pertama dari golongan elite; yang terakhir, najis menurut hukum Taurat, dari golongan terbuang. Yairus mendatangi Yesus terang-terangan demi “harta” putri berusia 12 tahun; sang perempuan menjamah Yesus secara diam-diam karena “beban” penyakit selama 12 tahun. Meski bertolak belakang, keduanya sama-sama menghadapi krisis dan sama-sama percaya kepada kuasa Yesus. Dan berkat iman dan usaha mereka, Yesus pun menyembuhkan.
Kisah dalam Injil di atas seyogyanya tidak hanya sekedar menjadi “cerita lama” yang kesekian kalinya tentang kesembuhan. Manusia, beriman atau tidak, baik atau jahat, akan mengalami kematian fisik. “Karena dengki setan maka maut masuk ke dunia” begitulah ungkapan Salomo (Keb 2:24a) tentang dosa asal dan akibatnya. Tetapi musuh kita bukanlah kematian fisik melainkan kematian spiritual. Fokus kita pada firman oleh karena itu semestinya -lebih daripada sekedar kesembuhan fisik- kepada Yesus sendiri. “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?” (Yoh 11:25-26).
Kisah dalam Injil di atas seyogyanya tidak hanya sekedar menjadi “cerita lama” yang kesekian kalinya tentang kesembuhan. Manusia, beriman atau tidak, baik atau jahat, akan mengalami kematian fisik. “Karena dengki setan maka maut masuk ke dunia” begitulah ungkapan Salomo (Keb 2:24a) tentang dosa asal dan akibatnya. Tetapi musuh kita bukanlah kematian fisik melainkan kematian spiritual. Fokus kita pada firman oleh karena itu semestinya -lebih daripada sekedar kesembuhan fisik- kepada Yesus sendiri. “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?” (Yoh 11:25-26).
Percaya kepada Yesus berarti juga mau saling mengasihi. Dengan menjadikan paradoks pelayanan jemaat di Makedonia sebagai teladan, sikap iman inilah yang diperjuangkan oleh santo Paulus dalam menggalang pelayanan kasih jemaat non-Yahudi di Korintus, yang dikatakan “kaya dalam segala sesuatu” (2 Kor 8:7), kepada jemaat Yahudi di Yerusalem yang sedang berkekurangan.
Walau mungkin sedang memikul beban sakit penyakit atau persoalan hidup, dengan pertolongan Roh Kudus, niscaya kita pun akan mampu terus berjuang untuk tetap melayani dalam kasih, terutama kepada yang lebih menderita, tidak pandang bulu apakah itu seorang “Yairus” atau “perempuan tanpa nama”. Kasih yang mau berbagi bukan semata-mata karena kita berkelebihan, tapi yang benar-benar mau mencari dan menemukan; yang tidak artifisial dan asal-asalan, tapi meluap dari hati kita yang paling dalam. Santo Paulus mengajarkan, jika kita tahan uji dalam melayani, ketaatan dan kemurahan hati kita akan memuliakan Allah, dan mereka yang kita layani juga akan mendoakan kita oleh karena kasih karunia Allah yang melimpah di atas kita (2 Kor 9:13-14). Sehingga kelak ketika kita ‘tertidur’ seperti anak Yarius, percayalah, kita pun pasti akan mendengar suara yang berkata: “Anak-Ku, bangunlah!”. Dan saat membuka mata, kita akan melihat Yesus juga sedang memegang tangan kita, menuntun masuk ke rumah Bapa, untuk ikut menyantap bersama-Nya hidangan yang telah Ia sajikan dalam perjamuan abadi di surga.
Comments
Post a Comment