Otoritas


Injil Markus 1:21-28 mencatat, saat pertama kali mengajar dalam rumah ibadat di Kapernaum, Yesus membuat takjub orang-orang yang mendengar-Nya. Penulis Injil tidak menceritakan apa yang diajarkan Yesus saat itu, namun pasti ada sesuatu yang luar biasa yang tidak pernah mereka dengar atau rasakan dari guru-guru agama mereka selama ini.

Kita tahu jika ahli-ahli Taurat mengajar dengan mengandalkan pada tafsir atas Kitab Suci atau dengan mengutip para rabi pendahulu, maka Yesus bersabda dengan suatu ekspresi otoritas yang luar biasa: “Aku berkata kepadamu”. Kuasa atau otoritas Yesus tidak diperoleh dari sekolah atau karena pengetahuan Kitab Suci, tetapi karena Ia adalah Anak Allah (Yoh 5:19-20; 7:15-18). “Ia akan berbicara atas nama-Ku dan Aku akan menghukum siapa saja yang tidak mau mendengarkan dia.” (Ul 18:19), demikian firman Allah kepada Musa dalam bacaan hari ini.

Otoritas Yesus semakin nyata saat Ia berinteraksi dengan seorang yang kerasukan. Kehadiran-Nya membuat si roh jahat takut dan terancam. Ketika orang-orang masa itu masih berspekulasi tentang jati diri Yesus, ia ternyata mengenali-Nya sebagai orang Nazareth dan bahkan menyebut-Nya: “Yang kudus dari Allah”. Tidak tahu apa motif si roh jahat ‘menyanjung’ Yesus, sama seperti peristiwa yang dialami oleh Paulus di Filipi (Kis 16:16-18). Barangkali mereka kira, jika Tuhan tersanjung, mereka tidak akan diusik. Tapi, tanpa banyak basa-basi, Yesus tetap membungkam dan mengusirnya.


Pengusiran roh jahat adalah manifestasi dari otoritas dan kehendak Allah yang hadir lewat pribadi Yesus. “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.” (Luk 11:20). Peristiwa di Kapernaum ini seakan-akan ingin memberi petunjuk awal tentang jati diri Yesus: bahwa Ia adalah sang Mesias, yang berkuasa dalam sabda maupun tindakan, dan bahwa “Yesus dari Nazareth” bukan sekedar nama biasa, tapi adalah “nama di atas segala nama”.

Sebagai Gereja Kristus yang diutus, kita juga mesti melangkah maju dari sekedar kagum kepada Yesus, menjadikan Kabar Gembira berbuah dari kata-kata menjadi karya nyata. Lewat Ekaristi, Yesus mau menyerahkan tubuh-Nya untuk bersatu dengan kita. Sudah selayaknya pula kita menyambut-Nya dengan membersihkan diri lewat pertobatan. Jangan biarkan egoisme dan kekuatiran, bahkan pada keluarga kita sendiri, merintangi kita melakukan perkara Allah. Jika Allah yang berkuasa dan bekerja dalam kita, kita pasti akan mampu pula menghadirkan Kerajaan-Nya kepada sesama.

Comments

Popular posts from this blog

Kasih Walaupun ......

Keping Denarius

Aman Dalam Tangan-Nya