Iman Yang Tak Lumpuh
Injil hari ini (Mrk 2:1-12) menceritakan peristiwa Yesus mengampuni dan menyembuhkan seorang lumpuh berkat iman para pengusungnya. Semangat dan usaha mereka, sampai mau menurunkan si lumpuh melalui atap rumah, mengisyaratkan harapan dan keyakinan mereka pada kuasa Yesus. Pantaslah Ia memuji iman mereka.
Tindakan pertama Yesus mengampuni dosa si lumpuh kontan menimbulkan reaksi di dalam hati para ahli Taurat. Bagi mereka itu adalah penghujatan sebab hanya Allah yang berhak mengampuni. Tetapi Yesus tahu bahwa mereka sangat memahami arti "berkata lebih mudah daripada berbuat", yang tidak lain adalah sikap hidup mereka sendiri (Matius 23). Penyembuhan si lumpuh dengan demikian merupakan bukti bahwa Ia juga berkuasa atas dosa, sumber penyakit dalam pandangan tradisional masa itu, walau dalam kenyataannya lebih mudah bagi mereka untuk menerima penyembuhan tersebut daripada menerima-Nya sebagai Anak Manusia yang berkuasa untuk mengampuni dosa. Sikap yang demikian adalah gambaran dari ahli Taurat dan kaum Parisi pada umumnya, anti-karakter yang disebutkan oleh Paulus (2 Kor 1:18-20), berstandar ganda, "ya" dalam ucapan, tetapi "tidak" dalam perbuatan.
Dari sisi lain, bukankah perjuangan si lumpuh dan kawan-kawannya mengingatkan kita pada jalan salib yang ditempuh oleh Yesus? Ia sendirian mengangkat beban kita semua (Yes 43:24b), manusia yang terlumpuhkan oleh dosa, memikul salib menapaki jalan terjal menuju bukit Golgota. Ia membiarkan tubuh-Nya dijadikan seperti "atap yang dibuka", dilubangi dengan paku pada kedua tangan dan kaki-Nya serta ditikam dengan tombak pada lambung-Nya, demi darah perjanjian baru yang ditumpahkan bagi kita semua. Ia juga rela turun ke "tempat penantian” agar kita pun bisa "turun dari atap ke dalam rumah" untuk berhadapan muka langsung dengan Allah, menerima rahmat pengampunan dan penyembuhan-Nya.
Iman yang sejati berarti mau mempercayakan diri sepenuhnya kepada Yesus. Tidak bisa lain di mulut, lain di hati. Dialah jawaban "ya" atas seluruh janji keselamatan Allah. Iman yang sejati juga berarti mau bertumbuh dalam kedewasaan spiritual, melihat bahwa kesembuhan rohani jauh lebih penting daripada kesembuhan jasmani. Niscaya dengan demikian, kita tidak perlu lagi sibuk mengejar mukjizat-mukjizat yang luar biasa, tetapi semakin peka dan mampu melihat hal yang biasa-biasa juga sebagai anugerah Allah. Dengan meyakini bahwa pada akhirnya, mukjizat yang terbesar pun akan kita alami, saat kita, mengikuti Yesus, bangkit dengan tubuh baru dalam kemuliaan Maranatha. Amin.
Comments
Post a Comment