Pelayanan, Krisis, dan Harapan Baru
Tidak terasa kita sudah sampai pada hari Minggu terakhir di tahun 2008 ini. Jika ada satu kata yang pantas diucapkan bagi gereja kita untuk pencapaian sepanjang tahun ini maka itu adalah: “Luar Biasa”. Bagaimana tidak luar biasa untuk gereja yang masih tergolong sangat muda ini? Menjadi paroki yang ke-60 dari Keuskupan Agung Jakarta pada awal tahun ini, selesai membangun gedung aula Keluarga Kudus Nazareth yang resmi difungsikan pada bulan Mei, Misa hari Minggu sudah 3 kali sejak awal November, keuangan yang sudah surplus, ‘cetak biru’ perencanaan strategik dalam pengelolaan paroki, Warta RC yang sudah terbit rutin dengan 12 halaman penuh dan didukung pula dengan website yang up-to-date, Tim Layanan Doa via SMS 24 jam yang siap membantu siapa pun yan berbeban berat, munculnya ‘wajah-wajah baru’ yang menyemarakkan kegiatan dan pelayanan, dll.
Beberapa karya juga sudah menanti pada tahun 2009, di antaranya peresmian fasilitas jalan salib di seputar halaman gereja, peletakan batu pertama pembangunan gedung karya pastoral dan pastoran, usaha membangun budaya para pelayan Regina Caeli yang kelak akan menjadi pegangan bersama, serta implementasi struktur pelayanan yang lebih terpadu dan berdayaguna sebagai tindaklanjut dari semangat dan kerangka kerja yang dihasilkan dalam Raker November lalu.
Semua di atas tidak mungkin dicapai tanpa komitmen, kerja keras, dan pengorbanan dari Dewan Paroki, para pelayan gereja, dan umat secara kolektif. Betapa menggembirakan melihat seluruh lapisan, mulai dari anak-anak PPA, mudika, sampai dengan para pasutri begitu antusias untuk melayani. Ketika saya sedang membuat tulisan ini, 4 anggota Legio Maria datang mengunjungi saya dan istri untuk mendoakan kesehatan kami. Sungguh pelayanan spontan yang mengesankan.
* * *
Di tengah berbagai pencapaian di atas, tahun ini juga ditandai dengan merebaknya krisis keuangan global yang berimbas pula pada sebagian umat. Penurunan nilai kekayaan dalam waktu sekejap terjadi di seluruh dunia. Akibatnya daya beli menurun, perusahaan merugi, dan PHK mulai terjadi. Kehilangan harta atau pekerjaan mulai membuat orang panik, apalagi bagi yang menaruh rasa amannya pada mamon. Dalam situasi begini, kita yang percaya selayaknya saling mendoakan dan terus menaruh pengharapan pada Kristus. “Jangan takut. Percayalah pada-Ku”, Ia pasti setia dengan janji-Nya itu.
Bagi kita yang berbeban berat, cobalah untuk melangkah keluar sejenak atau sharing-kan uneg-uneg dengan saudara-saudara kita di gereja yang kita rasa bijaksana dan nyaman untuk diajak bicara. Lepaskan sementara genggaman kita pada beban tersebut dan tataplah kembali dengan perspektif baru. Albert Einstein pernah mengatakan: “Kita tidak bisa memecahkan suatu masalah dengan cara berpikir yang sama sewaktu kita menciptakan masalah tersebut.” Andaikan hidup itu seperti grafik garis yang bertumbuh linear. Dalam suatu rentang waktu yang singkat, persoalan-persoalan yang kita hadapi memang terlihat sebagai gelombang-gelombang besar, tetapi jika dilihat dari rentang waktu seluruh hidup kita, gelombang-gelombang tersebut hanyalah lekukan-lekukan kecil yang justru memperkaya dinamika pertumbuhan hidup kita.
Lagipula, bukan cuma kita yang pernah menghadapi persoalan berat. Lihat Yusuf, Ayub, Bunda Maria, dan Yesus sendiri. Semua pernah mengalami penderitaan yang sangat berat tetapi semua juga sabar dan setia hingga akhirnya dipulihkan dalam kemuliaan oleh Bapa. Pada saat kita berada dalam kegelapan yang paling gelap dan merasa Tuhan tidak hadir atau tidak peduli, justru niscaya saat itulah Ia sedang bekerja dengan kuasa yang paling besar menopang beban persoalan kita. Jadi jangan menyerah.
Ada ucapan mengatakan “Harapan adalah seperti jalan setapak di desa. Yang semula tiada, tetapi ketika kita mulai menapakinya, jalan itu menjadi ada.” Yang diperlukan adalah keberanian untuk mengambil langkah yang pertama agar kita bisa keluar dari keterpurukan. Dengan semangat Natal, kita jadikan sebagai momentum untuk lahir baru. Jangan pula biarkan krisis merintangi pelayanan kita. Sebaliknya, bukalah hati dan pikiran lebar-lebar agar kita tetap dapat dipilih dan dipakai oleh-Nya untuk semakin giat dan setia melayani dalam Kristus. Dengan demikian hidup kita senantiasa mengalami kelimpahan yang sesungguhnya seperti halnya si Janda Miskin. Bukan karena kita layak atau karena kemampuan kita, melainkan semata-mata karena anugerah.
Satu cerita selingan sebagai penutup. Seorang umat dengan muka agak kusut datang menemui pastornya untuk berkonsultasi.
U: “Pastor, bagaimana saya bisa mampu melayani di gereja lagi gara-gara krisis ini?”
P: “Anda masih punya waktu dan tenaga, kan?”
U: “Bagaimana mungkin? Ngurusin usaha yang hampir bangkrut saja waktunya sudah tidak cukup.”
P: “Pikiran?”
U: “Sudah terkuras Pastor, rambut saja semakin putih, sering cekcok lagi dengan pasangan belakangan ini.”
Sebelum si pastor sempat bertanya lagi, si umat segera menambahkan: “Apalagi uang!”
Si pastor dengan lembut akhirnya berkata: “Ah kalau begitu, berikan senyummu saja. Itu sudah cukup.”
Comments
Post a Comment