Double Commandment
Cinta kepada Allah dan cinta kepada sesama. Kedua hukum cinta ini merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Seorang tidak mungkin mencintai Allah jika ia tidak mencintai sesamanya. “Jikalau seorang berkata “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya” (1 Yoh 4:20).
Kekristenan adalah iman yang istimewa. Jika lewat agama dan kepercayaan lain, manusia yang berusaha mencari Allah, dalam kekristenan, Allah-lah yang mencari manusia. Ia adalah figur dalam perumpamaan Yesus sebagai gembala yang mencari domba yang tersesat, perempuan yang mencari dirham yang hilang, dan ayah yang berlari, merangkul, dan mencium si bungsu yang kembali ke rumah (Luk 15). Allah adalah kasih. Ia senantiasa mengasihi dan tidak pernah meninggalkan kita. Ia hadir secara nyata dalam diri Yesus. “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa”, jawab Yesus kepada Filipus (Yoh 14:9). Kematian Yesus di kayu salib menjadi puncak karya kasih Allah. Ia tidak menuntut keadilan Ilahi sebagai hak-Nya yang mutlak terhadap pelanggaran manusia, tetapi justru rela menyerahkan diri-Nya untuk menderita dan mati demi menebus dan memulihkan kita dari kuasa dosa.
Kekristenan adalah iman yang istimewa. Jika lewat agama dan kepercayaan lain, manusia yang berusaha mencari Allah, dalam kekristenan, Allah-lah yang mencari manusia. Ia adalah figur dalam perumpamaan Yesus sebagai gembala yang mencari domba yang tersesat, perempuan yang mencari dirham yang hilang, dan ayah yang berlari, merangkul, dan mencium si bungsu yang kembali ke rumah (Luk 15). Allah adalah kasih. Ia senantiasa mengasihi dan tidak pernah meninggalkan kita. Ia hadir secara nyata dalam diri Yesus. “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa”, jawab Yesus kepada Filipus (Yoh 14:9). Kematian Yesus di kayu salib menjadi puncak karya kasih Allah. Ia tidak menuntut keadilan Ilahi sebagai hak-Nya yang mutlak terhadap pelanggaran manusia, tetapi justru rela menyerahkan diri-Nya untuk menderita dan mati demi menebus dan memulihkan kita dari kuasa dosa.
Allah terus menerus memberikan pesan cinta-Nya sampai saat ini dengan harapan kita akan mampu mengenali-Nya dan mengizinkan kasih-Nya tinggal, bertumbuh, dan berbuah dalam hidup kita, agar kita pada saatnya sanggup menjawab dengan cinta pula. Bukan hanya sebatas perasaan hati, tetapi juga dengan segenap akal budi dan segenap jiwa kita. Hanya dalam persekutuan yang mesra dengan Dia maka kita dapat semakin menyeleraskan kehendak kita dengan kehendak-Nya sehingga perintah kasih-Nya tidak menjadi sesuatu asing yang datang dari luar tetapi berasal dari dalam diri kita.
Dalam persekutuan dengan Allah, kita dapat mengenakan kacamata Kristus untuk menemukan siapakah sesama kita. Kita dapat melihat gambar dan rupa Allah dalam diri sesama, bahkan musuh kita sekalipun. Dengan mengasihi sesama, kita menemukan Allah dalam mereka dan mereka menemukan Allah dalam kita. Seperti Yesus yang telah memberikan teladan cinta yang radikal di atas kayu salib, kitapun dituntut menjadi sempurna seperti Bapa di surga (Mat 5:48), sehingga pada saat penghakiman terakhir, kita akan sanggup menghadapinya dengan keberanian (1 Yoh 4:17), ketika cinta menjadi kriteria satu-satunya yang membedakan kambing dengan domba (Mat 25:31-46).
Comments
Post a Comment