Yoh 12:20-33 Seorang pengusaha muda Muslim, sebut saja Untung namanya, punya sebuah pengalaman langka. Berkat bantuan seorang kenalan di Italia, ia memperoleh undangan misa bersama Bapak Suci di Vatikan. Alih-alih menghadiri misa yang dibatalkan, Bapak Suci malah mengundangnya beraudiensi. Untung pun tidak menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut. Saat audiensi, ia bahkan nekad memeluk Bapak Suci, mengabaikan protokol sebatas bersalaman sambil membungkuk dan cium tangan saja. “Kapan lagi?”, ungkapnya. Bisa beraudiensi dengan figur kondang tentunya mendatangkan kepuasan tersendiri. Bacaan Injil hari ini menceritakan bagaimana orang-orang Yunani juga ingin bertemu dengan satu figur fenomenal pada masa itu, Yesus. Kiranya mereka tertarik dengan agama Yahudi dan telah banyak mendengar tentang Yesus dan karya-Nya. Mereka mendatangi Filipus karena ditenggarai ia bisa berbahasa dan mengenal budaya Yunani mengingat asalnya dari Betsaida di Galilea. Terkesan ragu meladeni, barangkali te...
Mrk 10:35-45 , Ibr 4:14-16 Maret lalu saya dan kolega menghadiri misa Kamis Putih di sebuah gereja. Tiba sedikit lebih awal, kami spontan bergegas menuju ke arah tiga baris bangku kosong paling depan yang ternyata adalah zona reservasi. Sempat pula menduduki kursi yang rupanya disediakan buat penyandang disabilitas sebelum akhirnya kami pindah ke balkon. Masih lumayan ketimbang mengikuti misa lewat layar tv di luar. Belakangan kami baru tahu ada seorang pengusaha kondang yang menempati zona reservasi tersebut. Kudu datang setidaknya satu jam lebih awal lantaran ingin duduk di dalam gedung gereja pada misa-misa akbar memang bukanlah hal yang leluasa. Maka maklumlah bila timbul kebiasaan untuk mem- booking tempat duduk. Jika praktek demikian, khususnya yang tanpa batas waktu, lazimnya tidak diperkenankan karena dianggap tidak fair bagi sesama umat, bagaimana halnya dengan perlakuan terhadap VIP yang bukan penyandang disabilitas ataupun lansia di atas? “ Kagak bisa Bro! ”, it...
Yoh 6:51-58 ; 1 Kor 10:16-17 Gereja mengajarkan bahwa Ekaristi adalah sumber dan puncak dari kehidupan Kristiani. Sungguhkah kita sudah memahami pernyataan yang hakiki ini dan, karenanya, mengimani dengan sungguh-sungguh pula? Nyatanya sebagian dari kita masih sering permisif menomor-duakan perayaan Ekaristi, terlebih tatkala ada suatu ketidakleluasaan. Sebut saja misalnya absen dari misa karena ada acara lain, kebiasaan datang telat karena alasan parkir, ataukah kabur sebelum berkat. Ungkapan tentang Ekaristi dengan pas merangkum secara utuh seluruh aspek kehidupan rohani kita. Ialah “sumber” dari mana rahmat pengudusan Allah mengalir sehingga kehidupan Kristiani dalam arti sesungguhnya bisa berlangsung. Tanpa Ekaristi tampaknya kita itu hidup tapi sebetulnya kita itu mati ( Yoh 6:53 ). Tak ubahnya dengan sosok seorang zombie . Ialah “puncak”, seperti halnya puncak Everest -tempat tertinggi di bumi- idaman setiap pendaki gunung sejati, yang seyogyanya menjadi ...
Comments
Post a Comment